KEBIJAKSANAAN
PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KOPERASI
A. Sikap Pemerintah
dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi umumnya
diberikan status badan hukum sesuai dengan undang-undang yang sudah ada atau
sesuai dengan sistem yang sudah mantap digunakan di negara yang bersangkutan
sebelum adanya perkumpulan koperasi. Tetapi dengan cepatnya pertumbuhan
perkembangan koperasi dan menyadarii adanya sifat-sifat yang khusus, yang
dimiliki oleh koperasi tetapi tidak dimiliki oleh usaha perseorangan atau
perseroan. Maka dalam perkembangannya dikeluarkanlah undang-undang tentang
perkoperasian oleh pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan, di samping
ada pula negara-negara yang hanya menitipkan permasalahan koperasi kepada
undang-undang lain. Meskipun dalam perkembangannya pemerintah di negara-negara
yang bersangkutan telah membuat undang-undang tentang perkoperasian, namun
tidaklah berarti bahwa terdapat keseragaman dalam sikap pemerintah terhaadap
gerakan koperasi di masing-masing negara.
Sikap pemerintah dalam pembangunan koperasi dapat di
kelompokkan dalam 4 macam, yaitu;
1. Sikap
pemerintah yang netral.
2. Sikap
yang menghambat atau menghalang-halangi.
3. Sikap
pemerintah yang membantu dan menodorong pertumbuhan dan perkembangan gerakan koperasi.
4. Sikap
pemerintah yang ingin menjadikan koperasi sebagai alat untuk melaksanakan kebijaksanaan nasional.
Sikap pemerintah yang positif atau aktif membantu
pertumbuhan dalam pembangunan koperasi serta memberikan perlindungan kepada
koperasi yang nyata, baru dialami oleh gerakan koperasi setelah kemerdekaan
tahun 1945,yang dengan jelas dapat di baca dalam undang-undang dasar 1945 pasal
33 ayat (1) yang menyatakan “perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Dalam rangka pemberian perlindungan kepada koperasi,
pemerintah dapat (pasal 63);
1. Menetapkan
bidang kegiatan ekonomi yang hanya bisa diusahakan oleh koperasi
2. Menetapkan
bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil di usahakan oleh
koperasi untuk tidak di usahakan oleh badan usaha lainnya.
Ketentuan yang tercantum dalam undang-undang Dasar
inilah yang merupakan dasar atau landasan yang kuat bagi pemerintah untuk
membantu, mendorong dan melindungi pertumbuhan pembangunan koperasi.
B. Peran Pemerinntah
dalam Pembangunan Koperasi
Seorang ahli koperasi
Sven Ake Booke (1994) mengungkapkan bahwa pada saat itu telah terjadi gejala
praktek koperasi yang mulai menjauhi prinsip-prinsip dasar koperasi, karena didorong
oleh alasan-alasan yang praktis. Bahkan muncul opini bahwa koperasi masa orde
baru adalah “koperasi pedati”, yaitu koperasi hanya bisa tumbuh dan berkembang
setelah mendapat fasilitas pemerintah. Perkembangan ini ternyata semakin
sisadari oleh pemerintah, sehingga pada tanggal 15 mei 1996 pemerintah memperkenalkan
“Gerakan Kemitraan Usaha Nasional” kerjasama bentuk kemitraan ini tidak membawa
perubahan yang berarti bagi koperasi.
Koperasi masih dianggap sebagai “Anak Bawang” dalam
perekonomian nasional. Posisi tawar koperasi sangat rendah, sehingga sulit
untuk berdiri sejajar dengan penggusaha besar. Kemudian memasuki tahun 1997,
pemerintah mencanangkan sebagai “Tahun pemantapan koperasi”. Hall ini
dimaksudkan sebagai upaya menghidupkan kembali nilai-nilai dasar koperasi
berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Pemerintah melalui badan perbankan mengucurkan
dana perkembengan sebesar Rp.1triliun untuk memperkuat permodalan
koperasi,terutama unit simpan pinjam/ KUD. Dalam hal ini pemerintah juga
memperkenalkan “KUD Mandiri Inti”, suatu bentuk lembaga ekonomi koperasi yang
dipersiapkan untuk dapat bersaing di era globalisasi.
Namun sayangnya usaha ini belum dapat dilihat
hasilnya karena krisis ekonomi menerjang mengiringi runtuhnya kekuasaan orde
baru.
Memasuki masa reformasi antara lain ditandai dengan
perkembangan ekonomi yang mengarah kepada persaingan global yang semakin tajam,
kesiapan koperasi untuk menghadapi persaingan dan merespon pasar yang
berkembang tanpa batas di hadapkan pada dua masalah yaitu:
1. kelambatan
koperasi untuk melakukan amalgamasi.
2. ketidakmampuan
koperasi untuk memanfaatkan nilai-nilai koperasi dalam meraih keunggulan
kompetitif.
Jadi, dalam perkembangan koperasi
di Indonesiaselama ini telah muncul bahwa semagat menolong diri sendiri itu
hanya dapat tumbuh dan berkembang apabila telah ada campur tangan dari
pemerintah.
Memang secara yuridis formal
pemerintah dapat turut campur tangan secara langsung dalam menciptakan kegiatan
koperasi, misalnya pengadaan pangan, distribusi pupuk, pengaturan dana simpan
pinjam mempersiapkan ke arah kemandirian, dan lain-lain.
Namun ternyata, pola-pola pembinaan
koperasi oleh pemerintah selama ini masih ada yang dirasakan kurang sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan anggota. Sering kali program-program yang
dibiayai oleh pemerintah tidak tepat sasaran atau tidak bisa dinikmati oleh
warga koperasi seluruhnya.
Contohnya penyaluran dana bergulir
oleh pemerintah melalui koperasi baru-baru ini. Kinerja pinjaman lunak tanpa
agunan ini secara ekonomi belum bisa mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas
yang tinggi.
Agar kebutuhan dan kepentingan
anggota tersebut dapat terpenuhi, maka diperlukan adanya suatu optimalisasi
pelayanan. Optimalisasi pelayanan ini didasarkan pada pemenuhan
persyaratan-persyaratan, baik oleh koperasi maupun oleh anggota. Kebutuhan atau
kepentingan yang diinginkan oleh anggota dapat dipenuhi oleh koperasi, demikian
juga persyaratan yang diinginkan oleh koperasi dapat dipenuhi oleh anggota.
Dalam implementasinya, kebijakan optimalisasi pelayanan tersebut dapat
dituangkan dalam rencana pelayanan yang disampaikan dalam rapat anggota
tahunan. Dengan adanya rencana tahunan tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan partisipasi anggotan dalm koperasi.
Sudah sepatutnya peran pemerintah
terhadap koperasi selama ini perlu semakin dikurangi dan lebih memberikan
kepercayaan kepada koperasi untuk mengelola sendiri, sehingga koperasi selalu
dapat menyesuaikan antara kebutuhan dan kepentingan anggotanya dengan
kebijakan-kebijakan pelayanan yang akan diambilnya.
Pada prinsipnya, peran pemerintah
dalam pembangunan koperasi masih diperlukan dalam bentuk bimbingan, bantuan
fasilitas, dan perlindungan, namun jangan sampai campur tangan pemerintah
tersebut justru menekan atau mengurangi swadaya keanggotaan koperasi.
Selanjutnya, koperasi juga harus
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menciptakan jalinann kerjasama
melalui jaringan usaha koperasi, menggalang solidaritas serta melakukan joint
venture antar koperasi dan dengan non koperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar